Sebab itulah, seseorang yang mampu menghadapi duka PHK itu dengan kepala tegak, dan lalu justru menemukan sekeping kebahagiaan dibaliknya mungkin adalah insan yang ajaib. Dan persis kisah orang seperti itulah yang hendak kita bincangkan di pagi yang cerah ini. Namun sebelum kita meneruskan sajian ini, silakan seruput dulu setetes teh hangat yang mungkin sekarang ada di depan Anda.
Kisah heroisme PHK itu bermula dari seorang paruh baya bernama Mike Brendan. Dalam usianya yang ke 50, Mike telah berada pada puncak kesuksesan : alumnus sekolah top di Amerika, posisi direktur pada sebuah biro iklan global, dan keluarga yang sejahtera. Sampai kemudian di pagi yang mendung, ia disodori surat PHK dari kantornya bekerja (demi alasan efisiensi dan restrukturisasi).
Ia sungguh tak menyangka bahwa ia akan di PHK pada saat usia sudah menjelang senja. Toh hidup ternyata tak selamanya penuh kidung keindahan. Demikianlah, setelah di PHK ia lalu mencoba membangun usaha sendiri sebagai konsultan pemasaran. Namun ia menemuni kegagalan dalam bisnis ini. Dunia pelan-pelan terasa makin sendu; dan ia kian terpojok sebab sisa tabungannya makin habis untuk menghidupi beban sehari-hari.
Ditengah tekanan finansial yang makin menyergap, ia dipaksa untuk segera mencari pekerjaan yang bisa memberikan segenggam nafkah bagi dirinya untuk meneruskan hidup – apapun jenis pekerjaan itu. Akhirnya ia memilih untuk melakukan apa yang mungkin tak pernah ia bayangkan : menjadi pelayan di sebuah kedai kopi di pinggiran kota New York.
Ia sungguh tak membayangkan kehancuran yang demikian perih : merintis karir di sebuah biro iklan, dan kemudian melesat menjadi salah direkturnya, lalu dipecat, dan sekarang terpaksa bekerja sebagai pelayan di kedai kopi. “How did I get to this place in my life”, demikian tulisnya dalam sebuah malam yang terasa begitu getir.
Namun persis disitulah keajabain dimulai. Ia ternyata menemui rekan-rekan kerja para pelayan kopi yang senantiasa bekerja dengan penuh semangat. Yang selalu memberikan pertolongan dengan penuh ketulusan. Yang selalu bisa menjadi rekan kerja yang sungguh menentramkan. Demikianlah, Mike pelan-pelan menemukan sebuah dunia kerja yang terasa begitu meneduhkan, yang membuat ia setiap hari selalu bersemangat memberikan pelayanan yang terbaik bagi para pelanggan kedai kopi itu.
Kedai kopi yang penuh dengan keguyuban itu ternyata telah menebarkan sepercik keindahan dalam kehidupan dirinya. Dan sebab itulah, ia kemudian memutuskan untuk terus bekerja sebagai pelayan di kedai kopi itu tanpa berencana berhenti pensiun.
Pelajaran pertama : happiness is about your state of mind. Kebahagiaan acap lebih merupakan hasil dari persepsi atau state of mind Anda sendiri; dan sering tak ada kaitannya dengan harta, status atau jabatan yang kita miliki. Mike menuliskan ia benar-benar merasa bahagia dengan pekerjaannya sekarang sebagai pelayan kedai kopi; sesuatu yang nyaris tak pernah ia rasakan ketika menjadi direktur pada sebuah biro iklan kelas dunia.
Pelajaran kedua : kebahagaiaan ditempat kerja sebagian besar ditentukan oleh kualitas lingkungan dan ketulusan rekan kerja dimana kita berinteraksi. Mike menuliskan ia seolah menemukan surga lantaran mendapat rekan-rekan kerja pelayan kopi yang selalu penuh antusiasme, dan selalu dengan tulus mau membantu satu sama lainnya. Ia acap meneteskan matanya terharu melihat betapa rekan-rekan kerja yang rata-rata masih muda belia, dengan ikhlas dan tulus selalu mensupport dirinya dalam setiap kesulitan yang ia temui.
Pejaran ketiga : menjadi karyawan adalah salah satu pekerjaan yang paling beresiko didunia. Alasannya jelas : sewaktu-waktu Anda bisa di-PHK seperti yang dialami oleh Mike. Karena itu sebelum Anda menemui nasib yang sama, persiapkan diri Anda sejak sekarang.
Kecuali Anda memang ingin mengikuti jejaknya : memilih di PHK, dan lalu bekerja sebagai pelayan di kedai kopi atau kedai Warteg di pinggir jalanan. Sebab siapa tahu, Anda justru bisa menemui kebahagiaan didalamnya. Mau?
source: http://strategimanajemen.net/2010/01/11/sekeping-kebahagiaan-dibalik-phk/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar